Kerlip Bintang Miyosi
“Lit kita pulang yuk, aku udah ngantuk nih,” Miyosi berbisik di telinga Lita yang sedang asik berbincang dengan seorang pria berdasi di meja bartender.
“Kamu duluan aja deh, aku sih, gampang … kasian tuh si Garry udah nelponin aku terus,”
“Oh my God, Garry …” Miyosi memeriksa ponsel di tas tangannya. Ponselnya mati, wajahnya mendadak panik. Miyosi pun segera meninggalkan kafe itu tanpa pamit lagi dengan Lita.
***
“Saya suka bahan presentasinya, semoga besok kita berhasil.” Reynold menutup meeting hari itu dengan senyum. Hal yang amat jarang sekali ia lakukan di depan para karyawannya.
“Rey selama meeting tadi tatapan matanya tertuju ke kamu terus, loh, Miy …” bisik Lita ketika mereka keluar dari ruang meeting.
“Nggak usah ngasal deh, Lit,” Miyosi menahan tawanya.
“Serius, aku kan memerhatikan si Bujang Killer itu dari tadi,” Lita mengikuti Miyosi masuk ke ruang kerjanya.
“Kayaknya kamu deh yang naksir dia,” Miyosi merapihkan meja kerjanya.
“Kok aku sih, jelas-jelas dia naksir kamu, Miy. Masa kamu nggak menangkap sinyalnya sih,” Lita duduk di sofa.
“Aku ini sudah punya Garry, si Bujang Killer buat kamu aja, deh …” Miyosi melangkah lagi menuju pintu keluar.
“Ya buat jaga-jaga Miy, kalau-kalau nanti Garry ninggalin kamu gimana?” Miyosi mengurungkan niatnya membuka pintu.
“Maksudmu?” Miyosi menoleh ke arah Lita yang tiba-tiba bangkit dari duduknya.
“Mungkin saja kalian nanti tidak berjodoh,” ucap Lita lagi, Miyosi mengrenyitkan dahi.
“Apa?! kamu doain aku nggak jodoh sama Garry, tega kamu Lit …” Miyosi melangkah keluar dengan cepat.
Lita segera mengejarnya. “Miyosi, bukan begitu maksudku, aku hanya merasa Garry bukan yang terbaik buat kamu,” ucapnya. Miyosi tidak menoleh ia tetap berjalan lurus ke depan.
“Sudahlah.” sahut Miyosi pendek.
“Kamu mau ke mana, sebentar lagi jam makan siang?”
“Aku mau survey pasar.” Lita tersenyum tipis mendengar jawaban Miyosi. Setelah Miyosi tidak terlihat lagi di pintu keluar ia segera berlari menuju ruangan Miyosi lagi.
Tet … tet … teeeet! Telepon di atas meja Miyosi berdering. Lita dengan sigap mengangkatnya.
“My Princess … aku tunggu di tempat biasa untuk makan siang, ya,” suara di ujung telepon.
“Maaf Garry, Miyosi baru aja keluar untuk survey pasar, sepertinya dia akan pulang sore nanti,”
“Lita? Ok, makasih,”
“A … Garry kalau kamu mau, aku bisa kok menemanimu makan siang, sesekali boleh, kan?” ujar Lita manja.
“Hhmm … baiklah, kamu boleh datang ke kafe Milanista sekarang.” Ucap Garry akhirnya.
“Siiip, aku segera meluncur ke sana.” Lita menutup telepon itu dengan mata berbinar.
Tidak butuh waktu lama bagi Lita untuk sampai ke kafe yang dimaksud, di sudut kafe terlihat Garry melambaikan tangan.
“Apa Miyo selalu sesibuk ini?” tanya Garry disela makan siang mereka.
“Tidak juga, kalau sedang banyak proyek iklan seperti sekarang ini dia suka lupa segalanya,” sahut Lita tak lupa diakhiri dengan senyum manis.
“Ya aku tahu, bahkan ia sering lupa rencana makan siang denganku, hahaha …” timpal Garry sambil tertawa.
“Ya begitulah Miyosi.” Ujar Lita basa-basi. Tiba-tiba telepon genggam Garry berdering.
“Yess, my princess …”
“Beib sorry, aku nggak bisa menemanimu makan siang lagi. Aku harus survey pasar sekarang,” suara Miyosi dengan nada menyesal terdengar di seberang sana.
“It’s ok, princess … aku sedang makan siang dengan …” Lita memberi tanda agar Garry tidak menyebutkan namanya. “Ya, aku sudah makan siang dengan teman sekantorku.” Ucap Garry akhirnya, dan segera menutup teleponnya.
***
“Selamat Miyosi kamu menjadi manager wanita pertama di perusahaan periklanan ini, mulai besok kamu akan membawahi divisi kreatif dan desain grafis.” Miyosi setengah tak percaya mendengar ucapan Pak Hanung, selaku direktur utama H&R Advertaising, tempatnya bekerja.
“Terima kasih atas kesempatan yang diberikan, tapi saya rasa saya belum pantas untuk itu,” ujar Miyosi merendah. Pak Hanung dan Reynold saling berpandangan.
“Rey, kamu memang pandai memilih,” ucapan Pak Hanung membuat Reynold salah tingkah. “Miyosi, kamu memang pandai merendah. Dibawah pengawasanmu kami yakin H&R akan banyak mengalami kemajuan yang luar biasa karena keahlian dan ide-ide brilian kamu jugalah yang sesungguhnya membawa H&R sukses seperti sekarang ini.” Pak Hanung tersenyum tulus, begitu juga Reynold.
“Saya hanya memberikan yang terbaik sesuai dengan kemampuan saya, semua untuk kemajuan H&R, tidak lebih.” Tukas Miyosi mantap.
“Itu yang membuat saya suka kamu, Miy.” Reynold spontan berucap tapi cukup membuat Miyosi kaget dan Pak Hanung berdehem tertahan. “Maksud saya, saya suka cara kerjamu.” Reynold berusaha memperbaiki ucapannya.
“Maaf Pak, jika sudah tidak dibutuhkan saya akan kembali ke ruangan.” Miyosi bangkit dari duduknya, melangkah ke pintu berniat keluar dari ruangan bosnya.
“Miyosi, ingat, mulai besok ruanganmu akan pindah ke sebelah ruangan Rey.” Pak Hanung sekali lagi menghentikan langkah Miyosi, Miyosi menoleh dan tersenyum sebelum benar-benar meninggalkan ruangan itu.
“Aku rasa kau akan segera mendapatkannya kawan,” Pak Hanung melirik Reynold.
“Dia sudah punya kekasih,” sahut Reynold pelan. Pak Hanung hanya mengangkat bahu. “Tapi tidak ada salahnya mencoba, kan?” sambung Reynold akhirnya yang membuat Pak Hanung tergelak.
***
Beib … aku ada kabar gembira buat kita, aku ke apartemenmu, ya, sekarang.
Usai mengetik sms Miyosi segera melarikan mobilnya menuju apartemen Garry. Miyosi sengaja pulang kantor lebih awal karena ingin berbagi kebahagiaan itu dengan Garry. Tadinya ia ingin mentraktir Lita di Hanamasa tapi sejak kemarin Lita ijin tidak masuk kantor.
Dengan kunci yang dibawanya Miyosi bisa dengan mudah masuk ke apartemen itu, sesampainya di dalam Miyosi tidak menemukan Garry. Ada suara shower menyala di kamar mandi. Mungkin Garry sedang mandi, Miyosi memutuskan untuk menunggunya.
Terdengar pintu kamar dibuka.
“Beib, aku nggak sabar buat kasih tahu kamu kalo aku …” Miyosi menghentikan kata-katanya begitu mengetahui siapa yang keluar dari kamar Garry.
“Miy …”
“Lita ... kamu dan Garry?” Miyosi terduduk lemas di sofa melihat Lita yang mengenakan piyama Garry dengan rambut basah menjuntai.
“Miy, ini tidak seperti yang kamu bayangkan, aku hanya mampir sebentar ke sini, aku …”
“Cukup Lit, tidak usah dilanjutkan. Aku bukan anak kecil lagi yang tidak bisa menebak apa yang sudah kalian lakukan di belakangku!” ucap Miyosi menggelegar. Garry yang terbangun dari tidurnya terpaksa keluar melihat apa yang terjadi.
“Ada apa Lit, siapa yang datang? My Princess, kamu …” Garry yang hanya bertelanjang dada menjadi salah tingkah melihat Miyosi yang berdiri di depan pintu kamarnya. “Aku bisa jelaskan semuanya, beib,” Garry berusaha merangkul Miyosi sementara Lita tetap berdiri bergeming di pintu kamar.
“Ternyata ini balasan atas semua perhatianku kepadamu? Dan kamu Lita, ternyata ini makna dari kata-katamu bahwa Garry bukan yang terbaik buatku! Ya, dia memang bukan laki-laki yang terbaik buatku, tapi ia terbaik BUAT PENGKHIANAT SEPERTI KAMU!” Miyosi tidak bisa menahan emosinya.
Lita melangkah pasti menuju Miyosi.
“Miyosi … Miyosi, selamanya kamu memang tidak akan pernah mendapatkan bintang terang, kamu hanya mampu memiliki kerlipnya saja …” Lita berbisik di telinga Miyosi lantas tersenyum sinis. Miyosi berlari keluar meninggalkan mereka berdua.
“My Princess tunggu!!” Garry hendak mengejar Miyosi ketika Lita menahan lengannya.
“Selangkah lagi kamu menyusul dia, aku akan bilang tentang kehamilanku padanya dan kedua orang tuamu.” Lita berucap penuh kemenangan.
***
Miyosi tiba di apartemennya, tanpa membuka baju kerjanya ia langsung menyalakan shower-nya dan mandi air hangat. Dibiarkannya air terus mengalir membasahi bajunya, Miyosi ingin membersihkan tubuh dan hatinya yang selama ini ternyata dekat dengan orang-orang yang menyimpan kepalsuan.
Setelah merasa fresh Miyosi membuang semua barang yang berbau Garry dan Lita, para pengkhianat itu. Miyosi masih tak percaya mereka berdua tega berbuat seperti itu kepadanya.
Tet … tett … teeett! Sebuah panggil mampir di ponsel Miyosi, dengan malas ia mengangkatnya. Miyosi kaget melihat nama yang muncul di layar.
“Ya, Pak Reynold, ada apa? Apa bahan presentasi buat besok masih ada yang kurang?” Miyosi bertanya takut-takut.
“Oh … tidak, saya hanya …” Miyosi masih menunggu.
“Saya hanya ingin mengajakmu makan malam ini, apa kamu ada waktu?” Reynold mengakhiri kalimatnya. Miyosi melongo tak memercayai pendengarannya.
“Oh … ya, ya … e … e …” Miyosi terdengar gugup. “Dengan senang hati Pak.” Miyosi menutup teleponnya.
'Apakah tidak terlalu cepat? biarlah. Sudah waktunya aku meraih bintang dan kerlipnya sekalian.' Batin Miyosi.
***
“Miy … selamat ya atas kenaikan posisimu, kamu memang pantas mendapatkannya.” Lita berucap penuh ‘ketulusan’ di ruang kerja Miyosi yang baru. Betapa kagetnya dia ketika mengetahui bahwa Miyosi kini menjadi atasannya dan mempunyai kewenangan penuh untuk memindahtugaskan siapa saja yang menurut Miyosi tidak pantas berada di timnya.
“Bukankah kamu semalam bilang kalau aku hanya bisa memiliki kerlip bintang saja tanpa bintangnya?” Miyosi berujar datar.
“Miy, soal semalam, aku …” Lita menahan kalimatnya.
“Kenapa, kok diam? Susah menemukan kata yang tepat, bukankah kamu amat pandai merangkai kata?” Miyosi tersenyum tipis. Lita masih tetap diam dalam duduknya.
“Well, melihat kemampuanmu sekarang aku jadi ragu untuk mempertahankanmu di divisi kreatif …” Miyosi menggantung kalimatnya.
“Mak … maksudmu Miy?” Lita terlihat gelisah, ia meremas jari jemari tangannya.
“Aku tidak ingin nanti teman-teman memertanyakan kenapa aku memindahkanmu, jadi aku ingin surat pengajuan pindahmu ada di mejaku besok.” Miyosi berdiri dari kursi kebesarannya yang baru dan mulai melangkah ke pintu.
"Maksudmu kamu mendepakmu Miy?" Lita sama sekali tidak menyangka Miyosi bisa berucap demikian, ia memandang Miyosi penuh kebencian.
"Bisa saja jika itu yang kau inginkan." Sahut Miyosi datar.
“Mungkin kamu sudah merasa menang, Miy, tapi tetap saja kamu pecundang karena Garry lebih memilihku ketimbang kamu.” Lita melangkah keluar meninggalkan ruangan itu.
“Lita …” panggil Miyosi, Lita menoleh.
“Aku ingin kamu merasakan seperti apa pecundang itu. Seperti katamu, Garry hanya kerlipnya. Aku tidak akan menangis hanya karena tidak bersamanya. Karena … kamu tahu Lit? aku sudah punya bintang yang jauh lebih terang, yang sejuta kerlipnya takkan berpindah ke lain hati.” Miyosi mengakhiri kalimatnya ketika Reynold keluar dari ruangan sebelahnya. Reynold tersenyum manis ke arahnya. Lita mengrenyitkan dahi.
“Jadi, kan kita makan siang di Milanista?” tanya Reynold lembut.
“Jadi dong, honey …” Miyosi menggangguk mantap dan menggamit lengan Reynold dengan mesra. Reynold dan Miyosi meninggalkan Lita yang masih tertegun, ada kabut yang mendadak mengambang di sudut mata Lita.
*****
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Behind the Story
Ini cerpen dewasa saya yang pertama dimuat di media, Kerlip Bintang Miyosi dimuat di majalah CHIC edisi 117/13-27 Juni 2012. Haha udah lama banget ya. Iya saya juga udah tuir.
Waktu itu saya senang sekali dapat konfirmasi dari redaktur CHIC. Pemberitahuannya dikirim lewat sms, (maklum masih jadul hp dulu) kirain penipuan soalnya kan nomernya ga ada namanya tuh waktu itu, apalagi cerpen ini baru saya kirim dua minggu sebelumnya.
Lantas Si mbak redaktur terus meyakinkan hingga ia bertanya apakah saya punya NPWP atau tidak, karena akan diperlukan untuk transfer honor. Dengar kata honor saya langsung berbinar dong. Kubalas sms itu dengan kalimat, "saya percaya lahir batin mbak, terima kasih banyak karena sudi memuat ceritaku, dan ini nomer npwp saya."
Sedikit norak memang. Tapi ini adalah cerita dewasa yang pertama saya tulis dan berhasil tembus media. Itu artinya saya bisa keluar dari zona nyaman tak selalu menulis cerpen remaja. Selamat ya wahai aku, kamu telah bekerja keras, bersenang-senanglah sejenak.
Komentar
Posting Komentar