Melepas Anak Berangkat Sekolah Sendiri





Saat si kembar duduk di kelas 1 dan 2 SD saya selalu mengantar dan menjemput mereka pergi dan pulang sekolah. Terkadang saya menungguinya apabila semua pekerjaan di rumah sudah beres. Ternyata di sekolah juga banyak ibu-ibu yang seperti saya, menunggui anaknya hingga pulang sekolah.

Kenapa saya selalu mengantar mereka ke sekolah? Alasannya sederhana saja, karena saya sayang mereka. *ga lebay kok. Jarak dari rumah ke sekolah cukup lumayan sekitar 1,5 - 2 km. Jika ditempuh dengan berjalan kaki sudah pasti ngos-ngosan dan capek apalagi kalo cuacanya terik. Pasti begitu sampai di sekolah tempat pertama yang akan dituju adalah kantin. Ngapain? Ngapain lagi kalo bukan beli es :D

Kalo abinya ada di rumah, si kembar biasa diantar ke sekolah naik motor. Saya? Saya tetap ikut. Kenapa? Ya itu tadi, karena saya sayang mereka. Saya takut nanti di sekolah mereka jatuh saat bercanda bersama teman-temannya. Berlarian ke sana ke mari sampai keringetan padahal belum waktunya masuk kelas. Alhasil begitu masuk kelas mereka sudah capek dan tidak konsentrasi belajar. Saya juga khawatir mereka akan jajan sembarang. Tahu sendiri, kan, di sekolah itu banyak sekali jajanan yang beraneka rasa, warna dan bentuknya. Tapi soal kwalitas, masih dipertanyakan. *hadehhh banyak bener khawatirnya mpok.

Sekarang si kembar sudah duduk di kelas 3, sudah besar dan seharusnya sudah berani berangkat dan pulang sendiri. Saya tak perlu mengantar. *maunya sih gitu.

Sebenarnya si Adek sudah berani berangkat sekolah sendiri tapi si Kakak masih manja dan masih ingin diantar terus. Saya juga sebenarnya masih berat melepas mereka berangkat sendiri *berdua ding mereka kan kembar* karena ketakutan-ketakutan yang melingkupi otak saya. Takut mereka keserempet motor lah, kecium mobil lah, ketabrak orang lagi jalan lah *emang bisa?* yang lebih parah, saya takut mereka diculik #ups

Jadi sebenarnya yang rempong itu emaknya. Emaknya ini yang belum ikhlas melepas anaknya pergi sekolah berdua aja.

“Kalo si Adek udah berani nanti juga si Kakak berani, dia pasti ngintil di belakang,” begitu ucapan si Abi saat saya mengutarakan kekhawatiran saya kalau mereka dilepas berdua aja.

Pernah saya mencoba meyakinkan diri untuk melepas mereka. Satu siang, setelah mereka berpamitan, saya lepas mereka berdua saja pergi ke sekolah. Saya kok ga tega lihat mereka berdua jalan di siang yang terik itu. *lebay

Hari itu saya iringi mereka dari jauh, sampai di gang nasi uduk saya berhenti dan memantau mereka. Mereka jalan bergandengan sesuai yang saya wejangkan. Tapi kok saya tetap takut ya mereka kenapa-kenapa apalagi si Kakak selalu menengok ke belakang seakan memanggil saya untuk menemani. Akhirnya saya menyusul mereka dan menemani mereka hingga sampai di sekolah. Gagal deh rencana mau melepas berangkat sekolah berdua aja. 

Pulang sekolah pun demikian saya akan menjemput mereka. Bahkan sebelum bel pelajaran usai saya sudah berada di gerbang sekolah menanti kehadirannya. Biasanya si kembar akan menghambur begitu melihat saya.

Dan hari itu saya GAGAL.

Hari berikutnya saya bertekad melepas mereka beneran *semangat 45 nih pokoknya* 
Setelah menyiapkan bekal dan air minum yang cukup untuk mereka. Saya mewanti-wanti mereka agar jalan di sebelah kiri, jangan ke tengah-tengah. Jangan mau diajak orang yang tidak dikenal. Jangan jajan sembarang, jangan ini, jangan itu, pokoknya banyak, deh.

Seperti biasa, siang itu si kembar pamit. Mereka bilang ga usah diantar meskipun sampai gang nasi uduk pun saya tidak boleh mengantar. Tapi saya bersikeras mengantar mereka hingga gang nasi uduk. Di sana saya resmi melepas mereka. Saya menatap punggung mereka hingga menghilang di kelokan jalan. Tidak seperti hari kemarin, si Kakak tidak menoleh ke belakang sedikit pun. Padahal saya mengharapkan salah satu dari mereka ada yang menengok ke belakang dan mendapati saya yang masih menatap mereka, akhirnya nanti saya akan menghampiri dan kembali menemani mereka berjalan lagi hingga ke sekolah. 

Setelah mereka benar-benar tak terlihat saya pun kembali ke rumah. Berdoa semoga mereka sampai di sekolah dengan selamat.

Sore hari saya melawan kata hati yang ingin menjemput mereka pulang sekolah. Saya menyibukkan diri dengan melakukan berbagai pekerjaan rumah. Saya juga memasak masakan kesukaan mereka untuk menyambut mereka pulang nanti. Tak lama terdengar suara salam mereka.

Aha!! Mereka datang. Saya langsung menghambur dan menciumi mereka seakan sudah lama tak bertemu. Deretan pertanyaan langsung saya lontarkan, mereka bengong dan tidak menjawab apa pun. 

Di luar dugaan mereka malah bertanya, “Ummi beneran ga jemput?” saya mengangguk. Dan bilang mulai sekarang hingga nanti Ummi tidak akan jemput ke sekolah lagi kecuali ada hal yang penting, Ummi akan datang. Di luar dugaan mereka bersorak gembira. *tepokjidattetangga*

Ternyata melepas mereka pergi dan tak menjemputnya pulang sekolah tidak sesulit yang saya bayangkan. Meskipun Ummi tidak selalu ada di samping kalian, semoga Allah selalu menjaga kalian, Nduk. Aamiin.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Senantiasa Memurnikan Cinta

Cara Mudah Menyimpan Jengkol Agar Lebih Awet

Cara Mengenali Gula Merah Asli di Pasaran