Membangun Peradaban dari Dalam Rumah (part 2)

Nice Homework #3 Matrikulasi IIP batch 5
Membangun Peradaban dari Dalam Rumah (part 2)

Hey, Kiddos... Where Are You? 
Zya Verani

Masih di tema yang sama yakni Membangun Peradaban dari Dalam Rumah, kali ini kita sampai pada task 2 melihat potensi anak-anak. Seperti yang telah saya tuliskan di bagian awal tulisan ini bahwa membangun peradaban dari dalam rumah adalah tugas semua anggota keluarga. Semua dilibatkan tanpa terkecuali. Ayah, sebagai kepala keluarga tentu berperan paling banyak sebagai pemimpinnya, kearah mana akan dibawa peradaban ini ada di tangan beliau selaku nahkoda. Oiya, part 1 bisa dibaca di sini ya 
http://zyatwinangels.blogspot.co.id/2018/02/membangun-peradaban-dari-dalam-rumah.html?m=1
Tentu saja dengan didampingi istri sebagai asisten sepanjang masa.

Sebelum melihat potensi diri sebagai istri, saya menilik sebentar potensi anak-anak yang juga turut mendukung terciptanya peradaban ini nantinya. Karena mereka juga adalah pilar penting dalam sebuah keluarga yang harmonis. Bukan begitu? 

B. Potensi Anak

Alhamdulillah selama kurang lebih 16 tahun perjalanan usia pernikahan kami (4 Mei 2018 nanti usia pernikahan kami genap 16 tahun) kami sudah dikaruniai 3 orang anak. Satu laki-laki dan dua perempuan kembar.  Mereka adalah Rauzan Fikri Muhammad Zaky (14 tahun) Azima Zahra Ramadhani dan Aghnia Zahra Ramadhani (10 tahun)  

~ Rauzan Fikri Muhammad Zaky

Insyallah 30 Maret nanti usianya genap 15 tahun. Si sulung ini adalah copy paste sang ayah banget. Ia seorang introvert sejati, dan irit bicara. Tuh, sama banget kan... 

Semasa kecilnya saya tidak terlalu banyak berinteraksi dengannya karena saya working mom yang sibuk (duhh menyesal tidak membersamai masa golden age-nya). Rauzan kecil tinggal bersama sang nenek, hingga ia menamatkan sekolah dasarnya. Mendengar cerita sang nenek dan saudara yang membersamainya dan juga saya dan Pak Su yang sering menjenguknya, si sulung ini termasuk anak yang berprestasi di sekolah. Tapi sangat pemalu, tidak mudah bergaul dengan sekitar, jarang bergabung dengan anak seusianya. Lebih konsen pada mainan lego dan bongkar pasang. 😂

Oiya, saya boleh berbangga dengan kemampuan akademiknya yang jauh melesat dari anak-anak seusianya. Berdasarkan psikotest yang diikutinya ia termasuk anak dengan kemampuan di atas rata-rata. Alhamdulillah saat ini sudah duduk di kelas 11 SMA. Ia termasuk siswa terpilih dalam kelas akselerasi, alhamdulillaah dapar diskon setahun deh. Tapi di jenjang usia yang terbilang muda dan jauh berbeda dengan teman sekelasnya tentu ia juga mengalami gap. Dan dengan pembawaannya yang cuek dan itu... tidak mudah bergaul membuat saya takut jika ia terlihat 'berbeda'. Tapi ternyata ketika saya konsultasikan pada gurunya Rauzan bisa menyesuaikan diri dengan baik. Di sekolah ia mempunyai cukup banyak teman. Cuma... di rumah ia hampir tidak pernah keluar rumah kecuali jajan dan salat berjamaah di masjid 😂 bahkan masih ada saja tetangga yang mengira saya cuma punya dua anak perempuan. Tidak tahu jika ada yang lebih besar lagi di rumah. Padahal si sulung ini sudah lebih dari tiga tahun tinggal bersama kami. Wali kelasnya saja saat akan melakukan 'home visit' sampai kelimpungan mencari alamat rumah kami yang ga ketemu ketemu karena ia bertanya 'dimana rumah Rauzan?' Tidak ada yang tahu, karena anak-anak tetangga tak pernah mengenal anak yang bernama Rauzan. Lain soal jika bertanya rumah si kembar.

Baiklah, lalu bagaimana dengan potensinya... dahulu masih meraba-raba, anak ini minatnya di mana sih. Tapi sekarang sepertinya sudah mulai terbaca. Ia tipe penyendiri, suka menggambar manga, komik ala Jepang. Sangat mengidolakan Conan, koleksi komik dan filmnya sampai tak terhitung. Ia juga penghafal yang baik, memiliki daya ingat yang tajam. Sangat mudah menghafal apa saja. Ketika karantina tahfidz saat SMP ia mampu menghafal 20 halaman dalam sehari, alhamdulillah sekarang sudah hafal 10 juz. Padahal target di sma ini 20 juz, masih jauh. Ganbatte, nak. Bercita-cita ingin menjadi arsitek yang andal. Dan juga ustadz yang mumpuni. Dalam artian tidak mentahdzir orang sembarangan katanya... #upss, abaikan bagian ini. 😂

Si sulung ini juga penyuka buku-buku dengan bertema berat. Tema sains dan petualangan ia sangat suka. Koleksi buku Why dan seri sains anaknya bejibun. Suka membaca buku kepahlawanan. Ia akan lebih memilih membaca buku tentang asal usul kota Bekasi dibanding novel karangan emaknya. 😑😑

Rauzan juga seorang perencana yang matang. Ini terbaca saat ini mengikuti workshop pejuang mimpi beberapa waktu lalu. Di usianya yang terbilang masih belia ia sudah mampu men-create sendiri apa yang akan dicapainya hingga usia 60 tahun mendatang. Subhanallah... saya dan Pak Su sampai merinding ketika membacanya. Semula si anak malu ketika kami konfirmasi hal tersebut, ia tidak menyangka jika rancangan masa depannya ternyata diperlihatkan ke orang tua masing-masing. Sayang ketika dicari kembali kertasnya entah keselip dimana. Atau mungkin diumpetin sama anaknya. Takut diekspos sama emaknya yang suka narsis. 😅

Ia menuliskan di sana akan menyelesaikan pendidikan hingga S2, menikah, dan bekerja di usia 20-25 tahun. Ia akan bekerja di perusahaan yang baik, memiliki anak, memliki rumah, bisa umrah di rentang usia 25-30 tahun. Ingin sekolah lagi, pergi haji bersama orang tua di rentang usia 30-40 tahun. Dan harapan-harapan lain yang membuat saya tak henti berucap masyaallah dan mengaminkan semuanya. Membahagaiakan orang tua dan adik-adiknya tak luput dari perhatiannya. Di akhir harapannya saat usianya 60 tahun ke atas ia ingin menikmati hidup nyaman dengan memperbanyak amal dan sering ke masjid. Subhanallah... beneran mrebesmilli bacanya. 😭😭
Anakku yang super introvert ini begitu jauh ke depan visinya 😱😱 sedangkan saya emaknya... #tutupmuka 

~ Azima Zahra Ramadhani dan Aghnia Zahra Ramadhani

Kami memanggilnya si Kakak dan si Adik. Si kakak (Azima) ini amat sangat mencintai buku. Sama seperti si adik, mereka berdua sudah saya jejali buku sejak balita. Rauzan pun sebenarnya begitu saya selalu membelikan buku cerita bergambar tapi mungkin karena sang nenek tidak terlalu intens membacakannya jadilah ia lebih suka komik dari pada buku cerita yang lain. Akhirnya buku-buku ceritanya dilungsurkan ke adik-adiknya. Azima dan Aghnia memiliki jiwa petualangan, mereka suka memanjat pohon mangga di depan rumah kami dan menyendiri di sana sambil baca buku. seri KKPK buku-buku dari Sirah Nabawiyyah Community adalah bacaan favoritnya.

Azima sepertinya lebih keras dari adiknya. Ia akan segera memberontak jika tidak suka akan sesuatu. Mudah marah, dan super sensitif. Tapi ia juga memiliki jiwa pemimpin yang baik, cepat mengambil keputusan dan memiliki konsentrasi yang matang akan sesuatu hal. Ia juga akan berusaha keras mengerjakan sesuatu hingga selesai. Seperti misalnya mengerjakan pr, ia akan bertanya pada saya bangaimana caranya. Tidak langsung meminta jawabannya. Sementara si adik lebih memilih kepraktisan dengan meminta saya mengerjakan pr-nya sementara ia memperhatikan caranya. Dan jika begitu si kakak akan manyun, berasa tidak ada tantangannya katanya.

Sementar Aghnia tipe mengalah, menyukai kerapihan, tidak grasak grusuk tapi jadi cenderung lelet di beberapa hal. 

Dari tingkat kecerdasan mereka sama. Tapi tetap lebih tinggi si sulung IQ-nya. Si kembar di sekolah selalu bergantian menjadi peringkat 1dan 2. Dan kerap mewakili sekolah dalam lomba. Oiya, selain membaca mereka juga hobi menulis dan menggambar komik. Menulis cerita apa saja. Menurut abinya mereka adalah copy paste saya meski tak semuanya. Tetap saja mereka introvert bagi saya. Ada saat mereka benar-benar tidak mau bergaul dengan sekitar, merasa sudah cukup berteman berdua saja satu sama lain. Sempat protes kenapa saya membuka les di rumah. Karena nanti akan berisik katanya. Tapi lama kelamaan mereka juga yang mengiklankan kalo emaknya buka les dan mengundang teman-teman sekelasnya untuk ikut belajar bersama. 

Untuk anak seusia mereka saya merasa mereka masih kurang percaya diri. Masih bergantung satu sama lain. Mungkin karena kemana-mana selalu berdua jadi saling mengandalkan. Untuk ini saya melatihnya dengan selalu menyuruh mereka mengerjakan apa saja di luar. Pergi ke warung,  meminjam sesuatu pada tetangga. Dan turut bergabung dengan teman sebayanya saat ada lomba tujuh belasan misalnya.

So, dari uraian yang lumayan panjang ini sepertinya bisa ditarik kesimpulan bahwa setiap anak itu lahir dengan potensinya masing-masing. Tinggal kita para orang tua yang bertugas mengarahkan agar bisa saling bersinergi di dalam rumah dan bisa bermanfaat ketika mereka berada di luar rumah. 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Senantiasa Memurnikan Cinta

Cara Mudah Menyimpan Jengkol Agar Lebih Awet

Cara Mengenali Gula Merah Asli di Pasaran