Membangun Peradaban dari Dalam Rumah ( Part 3)

Nice Homework #3 Matrikulasi IIP Batch 5
Membangun Peradaban dari Dalam Rumah (Part 3)

Hey Mom... How Are You? 
Zya Verani 

Setelah menuliskan potensi suami dan anak-anak, akhirnya sampai juga pada episode menuliskan potensi diri sendiri. Duhh, sebenarnya agak bingung juga ingin menuliskan apa tentang saya. Setelah berdiskusi kecil dengan Pak Su dan anak-anak akhirnya mereka mau juga mengungkapkan seperti apa saya di mata mereka.  

Dag dig dug derr dah... 

Jreng jreng, here we go... 

C. Potensi Diri

Menurut Pak Su saya ini orangnya suka grasak grasuk, ga fokus pada satu hal, seringnya berpindah dari satu kerjaan ke kerjaan lain sementara yang satu belum selesai sudah beralih mengerjakan yang lain. Tapi meski begitu semua pekerjaan ter-handle dengan baik. Closing yang cukup membuat saya tersenyum, ga jadi manyunnya.  

Ini memang benar, saya itu moody-an orangnya. Mengerjakan sesuatu yang saya sukai bisa berjam-jam lamanya. Intens dengan  satu hal itu bisa berhari-hari. Saya selalu menyukai hal baru dan merasa tertantang untuk mencobanya. Tapi jika malasnya datang,  saya bisa tidak mengerjakan apapun berhari-hari pula. Ini membuat suami kadang mengurut dada.

Saya hobi memasak dan membuat kue. Dalam mendukung hobi saya ini tentu saya mengkoleksi banyak perabot masak dan aneka peralatan untuk membuat kue. Saya juga senang mencoba resep baru, dengan mengikuti komunitas para bakulan saya mendapat banyak resep dan tips n trik dalam membuat kue yang anti gagal. Tentu saya tertarik untuk mempraktikkannya. Saya juga sering ikutan kursus membuat aneka kue. Tapi... ada tapinya nih 🙈🙈 ini yang membuat suami geleng-geleng kepala, jika gagal saya langsung putus asa, manyun dan kadang tidak ingin mencoba lagi.
Saya orang yang tak mau menerima kegagalan--salahsatu sifat jelek saya nih-- tapi beliau tampil dengan bijaksana menghibur saya bahwa mencoba sesuatu yang baru itu tidak selamanya harus langsung berhasil. Beberapa resep saya coba dan berhasil, tak mengapa satu dua gagal,  yang terpenting rasanya tetap enak dan ia memakannya hingga lahap. (Entah untuk menghibur saya atau emang beneran enak, haha). Saya pernah terobsesi ingin punya toko kue, bahkan saya sudah punya brand sendiri untuk produk kue kue saya. Ambisi tersebut akhirnya tercapai. Tapi karena tidak serius dan moody-an tadi akhirnya tidak jalan.

Saya juga hobi menulis. Ini sebenarnya salahsatu passion saya yang paling saya senangi selain memasak yang butuh mood. Menulis bagi saya sudah menjadi kebutuhan. Bahkan menurut anak-anak menulis adalah aktifitas terpenting bagi saya mengalahkan menyetrika baju seragam mereka. Hoho... sudah jelas menyetrika bisa dirapel seminggu, kalo menulis? Tidak bisa... idenya keburu kabur kalo ga langsung dieksekusi. Ini alasan saya saat mereka protes. 😂😂

Menulis juga sempat menjadi mata pencaharian saya... hingga saat ini mungkin meski sudah tak terlalu sering. Dulu, saya sering sekali menulis di media. Tulisan saya berupa cerpen dan artikel sering mejeng di beberapa majalah dan koran. Saat ini saya lebih membatasi menulis sesuai kebutuhan saja. Menulis bebas jika tidak ada pesanan. Intinya masih tetap menulis minimal satu post setiap hari.

Di mata anak-anak saya adalah ibu yang cerewet bin bawel. Saya penyuka kerapihan sementara mereka tidak. Entah mengikuti siapa sifat mereka ini. Abinya juga cenderung rapih. Aghnia yang sedikit rapih. Tapi terkadang kebawa kakak-kakaknya jadi ikutan tidak rapih juga. Saya akan langsung mengomel ketika mendapati sesuatu tidak pada tempatnya. Mereka sudah besar seharusnya tahu mana yang baik dan yang tidak. Mana yg terlihat apik dan mana yang tidak. Mestinya tidak perlu saya konser lama untuk mereka bisa bergerak cepat. Duhhh... malah curcol 😆😆

Satu lagi... kata si sulung saya ibu yang pelit. Bukan pelit tapi lebih kepada irit... hihi emak-emak banget ya sifatnya. Ibu-ibu ada yang seperti saya juga kah?  
Saya berusaha mengatur keuangan sebaik mungkin. Mendahulukan mana yang lebih membutuhkan daripada yang 'hanya' untuk senang-senang. Hingga saat ini si kembar belum saya bekali gadget, untuk apa? Menurut saya itu belum perlu bagi mereka. Bukan satu kebutuhan yang mendesak. Di rumah pun tidak ada televisi, dan anak-anak damai damai saja tidak menonton televisi. Bagi kami itu belum penting. 

Si sulung saya bekali gadget ketika ia sudah masuk sma. Itupun karena temannya sudah banyak yg pegang gadget, katanya untuk memudahkan komunikasi mereka dan juga mengirim tugas sekolah. Tapi tetap saja penggunaannya dibatasi.

Lalu setelah melihat potensi diri yang acakadul begitu... dan potensi masing-masing keluarga, bagaimana posisi kami di lingkungan saat ini?  

Hhmm... berasa bingung jawabnya. 

D. Posisi Kami di Lingkungan Saat Ini

Lingkungan tempat kami tinggal saat ini cukup nyaman. Tetangganya welcome, baik-baik dan murah senyum 😅😅 sudah hampir 8 tahun kami tinggal di sini. Saya merasa nyaman, berbaur dan tidak ada gap. Lingkungan kami ini sebuah perkampungan yang lebih banyak ibu-ibu dalam artian usianya lebih tua di atasku. Ada juga yang sebaya tapi beneran ibu rumah tangga sejati. Dalam artian lebih banyak di rumah daripada aktifitas di luar. Saya juga irt sejati yang tinggal di rumah. Mengurus suami dan anak-anak tapi juga sering berkegiatan di luar. Sering mengikuti workshop apapun, entah itu seminar parenting, kepenulisan hingga kursus memasak dan membuat kue. Atau sekedar hang out dengan teman lama. 

Saya di mata para tetangga adalah ibu yang smart menurut mereka. Saya merasa tersanjung jika mereka menganggap saya berbeda dari mereka. Para tetangga seringkali tanpa saya minta datang curhat tentang apa saja kepada saya. Padahal saya merasa tidak kompeten di bidang ini. Saya berusaha memberikan solusi yang baik untuknya. Entah ini bisa disebut potensi atau bukan 😂

Dan, mereka juga sering meminta bantuan saya dalam urusan pekerjaan rumah anak-anaknya. Entah itu matematika, bahasa Inggris, dan hampir semua mata pelajaran, kadang sampai pada kerajinan tangan. Akhirnya mereka juga yang meminta saya membuka les. Katanya biar anak-anaknya pintar seperti anak-anak saya. 😆😆

Selain itu saya juga turut bergabung dengan majelis taklim kaum ibu. Aktif juga dalam kunjungan yang diadakan mereka.

Pak Su, sama seperti saya, beliau agak jarang berinteraksi dengan tetangga. Karena aktifitasnya lebih banyak di luar rumah. Jika sedang ada di rumah baru bisa bergabung. Misalnya acara kenduri, taklim bulanan, mingguan atau yang lainnya. Tapi kami cukup dikenal karena selalu 'gampang' dimintai tolong 😂😂 

Sementara anak-anak kami agak tertutup dengan anak-anak sebaya mereka. Si sulung hampir tidak pernah bergabung dengan acara remaja di lingkungan rt. Entah kenapa ia merasa kurang nyaman berada di antara mereka. Ini satu pr buat kami orang tuanya. Bagaimana mendekatkannya dengan remaja sekitar. Pernah diajak taklim mingguan sama abinya, tapi cuma sekali selanjutnya mogok lagi. 

Begitu juga dengan si kembar, lebih akrab dengan teman sekolah dibanding dengan anak tetangga sebayanya. Padahal anak-anak sekitar sering sekali mampir ke rumah mengajak mereka bermain bersama. Bahkan ada yang dengan sengaja ikut nimbrung membaca ketika kembar sedang asik membaca di teras dengan buku bacaan yang dijejernya rapi. Tapi respon si kembar biasa saja. Kurang welcome. Duhhh, anak ini sepertinya tidak rela buku-bukunya dipinjam anak tetangga.😑😑 ini juga satu pr lagi buat kami. 

Padahal saya bercita-cita punya taman bacaan di rumah. Saat ini sedang membuka les juga dibarengi dengan menyediakan buku-buku bacaan untuk anak-anak les. Boleh dibawa pulang asal nanti dikembalikan. Ini pun sudah melewati ijin si kembar. Dia yang menyortir buku mana saja yang boleh dipinjam. Duhh, mereka memang amat super hati-hati merawat koleksi buku bacaannya. 

Intinya, keberadaan kami di lingkungan tempat tinggal kami sepertinya cukup memuaskan. Nyaman dan betah. Kontribusi kami saja yang serasa belum maksimal. Yang terpenting tetangga dan warga sekitar welcome dan menerima kami itu sudah cukup bagi kami. Kan tidak enak tuh kalo ada yang nyinyir apalagi memasang muka jutek jika bertemu dengan kita. Berasa ada yang salah aja bawaannya. Semoga tidak demikian.

Kedepannya, keluarga kami semoga selalu bisa memberikan contoh yang terbaik bagi lingkungan. Itu saja. 
Semoga selalu dimudahkan Allah dalam setiap prosesnya. Aamiin. 

 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Senantiasa Memurnikan Cinta

Cara Mudah Menyimpan Jengkol Agar Lebih Awet

Cara Mengenali Gula Merah Asli di Pasaran