(Tidak) Menyerah Menjadi Ibu

(Tidak) Menyerah Menjadi Ibu

Acapkali mengeluh dan jemu pada situasi rumah tangga mungkin sering kali terlintas dari mulut para Ibu. Siapa yang tak bosan mendapati keadaan rumah yang begitu-begitu saja. Berantakan setiap hari, kotor setiap hari, ribut setiap hari. Dan yang menjadi tersangkanya ya dia lagi dia lagi. 😂 Kalau tidak malu sama tetangga pasti udah teriak-teriak sambil bawa gagang sapu buat ngomelin mereka (baca: anak-anak). #pengalaman pribadi kayaknya.

Tapi meskipun capek setiap hari, berpeluh kesah setiap hari apakah seorang Ibu pernah mengatakan jika ia menyerah menjadi Ibu? Adakah Ibu yang pernah mengajukan cuti untuk tak menjadi Ibu sehariii... saja? Bahkan di saat yang 'katanya' Hari Ibu, di mana saat itu Ibu dimanjakan dan dilayani tetap saja ketika sore menjelang, malam mulai datang, Ibu-lah yang akan membereskan semuanya. Ibu yang akan merapikan sisa-sisa pesta Hari Ibu--yang katanya--hari spesial untuknya.

Saat kita tahu betapa besar tanggung jawab seorang Ibu terhadap keluarganya dan apa saja yang telah Ibu perbuat untuk kita, sungguh tak akan pernah ada yang pantas untuk menggantikan perannya. Tidak ada pula balasan yang setimpal untuk apa saja yang telah ia lakukan. Seorang Ibu akan berusaha keras menjadi 'mesin google' bagi para anaknya. Di saat sang anak tak bisa lagi bertanya tentang sesuatu pada Sang Ayah, mereka pasti akan berlari ke pangkuan Ibu untuk mendapatkan jawaban yang diinginkan. Hanya satu dari seribu ayah yang mungkin betah berlama-lama dengan pertanyaan si kecil yang tidak biasa. 

~ Bagaimana awan bisa menghasilkan hujan?
~ Kenapa kecebong bisa berubah menjadi katak kecil? Kenapa tidak langsung jadi katak saja dari kecil?
~ Kenapa meski kembar tapi adik dan kakak punya rambut yang berbeda?
~ Aku mau rambutku lurus, ga mau kribo begini #dan tangispun pecah
~ Dan pertanyaan-pertanyaan lain dengan tipe yang sama

Seorang Ibu dengan sabar akan menjawab tiap pertanyaan anaknya dengan jawaban yang sekiranya bisa memuaskan si anak sampai ia tidak bertanya kenapa dan kenapa lagi. Jawabannya pun akan diusahakan terdengar logis, meski panjang tapi anak akan mudah mengerti hingga akhirnya mereka tersenyum puas dan mendaratkan satu pelukan hangat pada Sang Ibu.

Bagaimana dengan seorang Ayah?
Bisa dipastikan Ayah akan memberikan jawaban singkat yang membuat sang anak berkerut dan malah mengajukan sederet pertanyaan kenapa-kenapa yang lain. Kalau sudah begini biasanya Ayah akan berkata, "ya sudah tanya sama Ibu aja, Ibu yang tahu segalanya," 😂😂 *ayah mengibarkan bendera putih.

Anak yang sedari kecil sering bertanya akan banyak hal pada Sang Ibu biasanya akan terbawa hingga ia besar. Karena yang terpatri di otaknya adalah 'Ibu tahu segala hal'
Ketika saya mendapati wajah keruh putra sulung saya yang sedang mengerjakan PR Matematika dari sekolah, saya mendekatinya. Dan, saat itu saya merasa menyesal bertanya kenapa ia semuram itu?
Ternyata ia tidak bisa menyelesaikan satu soal Trigonometri. Alamaaak, Trigonometri... it's over more then ten years, I never studied it anymore 😭
Mau menangis rasanya pas lihat soal yang njlimetnya minta ampun, mau bilang 'kamu aja ga bisa gimana umi, nak' kok ya terkesan menyerah.

Akhirnya saya mulai 'berjuang' menyelesaikan soal itu. Seandainya waktu itu boleh memilih mengerjakan adonan bolu lima loyang saya akan dengan senang hati membuatkan sepuluh loyang. Tapi tatapan penuh kepercayaan putra sulung saya adalah suntikan semangat untuk saya yang yakin saya bisa menaklukan masalahnya.

And than... setelah dua jam--sedikitlebay--soal itu terselesaikan sudah. Sempurna. Meninggalkan senyum cengengesan dari putra saya yang seakan tak percaya dengan jawaban saya. 😃

Sejatinya menjadi Ibu adalah proses belajar terus menerus yang tak pernah putus. Proses belajar akan banyak hal yang tak bisa kita pilih mau mendalami yang mana, karena sejatinya menjadi ibu adalah kuliah sepanjang waktu di universitas kehidupan. Dan yang paling terpenting, di situlah ladang amalnya. Ketika para lelaki diharuskan pergi berjihad membela agamanya, seorang wanita cukup berada di rumah saja dan menjaga kehormatan diri dan suaminya maka nilainya sama seperti berjihad di jalan Allah. Seorang wanita yang senantiasa berbuat baik, melaksanakan semua perintah Allah dan taat pada suaminya, Allah menjaminnya masuk surga lewat pintu mana saja yang dia kehendaki.
So, masih mau menyerah menjadi Ibu? Sebaiknya jangan.

Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda: "Apabila seorang wanita salat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dari zina, dan taat kepada suaminya, maka ia akan masuk surga dari pintu mana saja yang ia kehendaki." [HR. Ibu Hibban dari Abi Hurairah radhiyallahu'anhu, shahihut targhib: 1931]

Zya Verani

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Senantiasa Memurnikan Cinta

Cara Mudah Menyimpan Jengkol Agar Lebih Awet

Cara Mengenali Gula Merah Asli di Pasaran