Melahirkan Saat Usia Tak lagi Muda


Ini adalah kehamilan ke empat saya. Ya, usia saya mendekati kepala empat, berarti sudah masuk area rawan untuk melahirkan di usia segitu--kata dokter. Tapi itu tak saya pikirkan dalam-dalam, momen kehamilan saya buat hepi terus setiap hari, tidak memikirkan yang berat-berat. Karena saya Zya bukan Dilan  #gajeya 

Finally masa itu tiba juga. Dag dig dug mendekati hari H persalinan. Saya di daulat melahirkan secara cesar karena selain faktor u juga stamina, riwayat pernah cesar dua kali pun menjadi satu-satunya rekomen dokter untuk saya menempuh jalan ini. Saya pun tak berani mengambil risiko untuk kekeuh melakukan proses persalinan secara normal. Meski tanda-tanda ke arah itu sudah ada. Seminggu sebelum persalinan saya mengalami kejang perut hampir setiap hari. Bengkak di sekitar kaki dan pegal-pegal pada pangkal paha yang menyebabkan saya sulit untuk berjalan. Belum lagi baby yang selalu menegang menyebabkan saya sesak napas. Kata orang, itu tanda akan segera melahirkan, saya nikmati saja siapa tahu bisa melahirkan secara normal.  

Hingga tiba saat kontrol ke dokter, beliau bilang posisi bayi sudah bagus, kepala sudah di bawah, berat badan baby juga sudah cukup. Meski jadwal cesar sudah ditetapkan tapi beliau bilang jika sebelum hari H sudah mules-mules segeralah datang siapa tahu bisa normal.  
Saya pun menunggu dengan harap-harap cemas campur optimis, berusaha membesarkan hati sendiri jika akhirnya saya bisa juga melahirkan secara normal--padahal belum. 
Sampai minggu malam saya masih baik-baik saja, kondisi fit dan segar bugar hanya saja bengkak semakin besar dan susah berjalan. Tidak ada mules yang menandakan saya akan melahirkan normal. Malam itu jadwal saya masuk rumah sakit karena senin pagi saya harus melahirkan. 

Bismillaah... meninggalkan tiga bocah di rumah yang akhirnya ditemani neneknya yang baru datang bada magrib. Saya dan suami meluncur ke RS Hermina Grand Wisata bersiap memulai babak baru kehidupan.
Dag dig dug terus melanda, sejak daftar rawat inap yang memakan waktu hampir dua jam akhirnya kamar pun tersedia. Saya tak bisa tidur, entah mengapa cesar kali ini terasa berat buat saya. Saya merasakan ketakutan. Ya, biasanya saya tak setakut ini. Segala pikiran berkelebatan di benak saya yang membuat saya semakin cemas dan stress. Untungnya ada paksu yang menemani dan selalu membesarkan hati bahwa saya akan kuat seperti yang sudah-sudah. Zikir tak terhenti dilantunkannya begitu juga saya yang tak berhenti membaca surat apa saja yang saya hafal. 

Seperti yang pernah saya kisahkan di tulisan sebelumnya dua kehamilan awal saya selalu melahirkan dengan operasi cesar. Saya jelaskan secara singkat supaya tak ada yang penasaran. 

Saat melahirkan si sulung, saya melahirkan di usia kehamilan yang cukup sebenarnya tapi karena sungsang--posisi kepala bayi masih di atas--jadilah saya dicesar. Kalo kehamilan ke dua, saat mengandung si kembar, ini beda lagi kasusnya. Saya mengalami preeklamsia sehingga harus melahirkan secara cesar, parahnya saya melahirkan saat belum mengajukan cuti--saat itu saya masih bekerja. Jadi degdegannya dobel karena dikagetkan dengan 'harus melahirkan sekarang juga' plus belum ada persiapan sama sekali karena saya kontrol kehamilan saat itu sengaja sepulang bekerja. 

Tapi... 
Tetap saja pengalaman itu tidak lebih menakutkan dari momen cesar saat ini. Apa mungkin karena ini kali ketiga saya cesar dan waktunya pun sudah lama berselang sejak cesar terakhir--11 tahun. 

Bismillaah... operasipun berjalan. Dari suntik epidural, hingga diajak bercengkrama dokter saya berusaha menikmatinya. Oiya, saat operasi saya muntah, ga tau kenapa. Terus belakangan saya baru tahu saat perawat mengabari saya di ruang perawatan bahwa saat operasi saya mengalami pendarahan hebat. Makanya diberi obat untuk mencegah pendarahan kembali terjadi. Pantas saja dokter mengajak saya mengobrol, dari menawari saya steril hingga pasang spiral dibicarakan di atas meja operasi. Saya pun digodanya, "emangnya kamu masih niat hamil lagi?" Begitu katanya. Ah, ternyata itu upaya pengalihan perhatian agar saya tidak panik mendengar kicauan perawat yang mendampinginya. 

Saat itu saya sempat melihat darah menciprat ke kain hijau penghalang pandangan di depan saya. Tapi saya tak sempat bertanya karena sibuk merasakan udara dingin, ini yang menyebabkan saya muntah sepertinya.
Alhamdulillaah little baby lahir juga ke dunia, anak ke empat saya--si imut Shaki--lahir dengan bb 2849 gr dan pb 47cm, imut kan. Semoga menjadi qurrota 'ayun dan anak salehah ya nak. Aamiin.

So, begitulah pengalaman saya saat hamil hingga melahirkan di usia yang tak lagi muda. 
Tulisan ini hanya pengalaman pribadi penulis, tidak bisa dijadikan rujukan resmi, hanya sekadar berbagi pengalaman saja. Jika ada yang mengalami hamil dan melahirkan yang mulus-mulus saja di usia yang sama berarti memang keberuntungan ada di pihaknya. Eiitss... bukan berarti saya tidak beruntung, beruntung sekali malah masih bisa memiliki anak lagi di usia segitu. Masih banyak di sekitar saya yang begitu berharap bisa memiliki momongan tapi Tuhan belum berkenan memberikan amanahNya pada mereka. 
Maka nikmat Tuhan yang manakah yang kau dustakan?  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Senantiasa Memurnikan Cinta

Cara Mudah Menyimpan Jengkol Agar Lebih Awet

Cara Mengenali Gula Merah Asli di Pasaran