Ketika Cinta harus Dikejar

 


Ketika Cinta harus Dikejar 

Judul buku: Altitude 3159: Miquelii
Penulis: Azzura Dayana
Penerbit: Indiva Media Kreasi
Terbit: September 2019
Tebal: 287 halaman 

Nama Azzura Dayana dikenal melalui novel-novelnya yang bertema pendakian. Seperti dua novelnya terdahulu: Rengganis Altitude 3088, Altitude 3676 Takhta Mahameru, novel Altitude 3159 Miquelli ini pun ber-setting pegunungan dan beraroma petualangan. Tapi kali ini perbedaannya terlihat lebih jelas, novel ini bisa dibilang novel cinta Azzura Dayana. Yapp, akhirnya novel romantis berhasil ditulisnya, meski ga romantis romantis amat. Hihi ... 
Cerita dibuka dengan narasi pemandangan alam gunung Sindoro dan gunung Sumbing serta paparan yang begitu apik mengenai keindahan gunung Prau yang terletak di antara keduanya, yang dikatakan Hilda sebagai salah satu surga dunia. Hilda, gadis petualang teman sejak kecil Fathan. Hilda dan Fathan bersekolah di sekolah dasar yang sama, meski begitu Hilda dan Fathan kecil tak pernah berinteraksi. Seperti kisah cinta pada umumnya perbedaan antara keduanya digambarkan begitu nyata. Hilda adalah putri seorang konglomerat kaya raya sedangkan Fathan anak seorang buruh serabutan dan ibunya seorang tukang cuci. Fathan sering menunggak membayar uang sekolah sehingga ia sering dimarahi wali kelasnya kala itu. 

Hingga pada satu kejadian akhirnya Hilda membuka dialog dengan Fathan kecil dan membuat Fathan langsung jatuh cinta pada gadis kecil yang disebutnya malaikat itu. Selanjutnya mereka berdua menjadi akrab, apalagi kemudian mereka pun sekolah di SMP yang sama. Persahabatan Fathan dan Hilda terjalin dan diceritakan dengan sempurna. Fathan yang merasa berutang budi pada Hilda selalu menjadi pelindung bagi gadis itu. Hadiah-hadiah kecil sering ia berikan pada Hilda. 

Kemudian takdir pun membawa mereka pada nasib masing-masing begitu mereka dewasa. Hilda menjadi perempuan petualang yang jatuh cinta pada alam dan keindahannya. Ia senang sekali berpindah dari satu gunung ke gunung yang lainnya. Sementara Fathan, lelaki kecil yang dulu miskin itu telah berhasil mengubah nasibnya dengan kecerdasannya, ia telah sanggup menaklukan kota-kota indah di dunia. Hidup di antara gedung-gedung tinggi di kota dan menetap di Singapura. 

Meski bergenre romantis tapi bersiaplah kecewa karena di novel ini pembaca tidak akan menemukan adegan romatis bertabur rayuan mesra. Pembaca justru disuguhkan adegan kucing-kucingan antar Fathan dan Hilda yang sebenarnya saling membutuhkan tetapi gengsi untuk mengatakannya. Fathan terlambat menyadari bahwa Hilda adalah tambatan hatinya. Ketika ia akhirnya pindah ke Jakarta, ia pun tak menyia-nyiakan waktu untuk mengejar cintanya. Tapi ternyata itu tidak mudah. Inilah inti cerita di novel ini. Tema central yang sering kali diangkat, 'cinta butuh perjuangan.' Azzura Dayana berhasil menuliskan perjuangan yang berbeda dari kisah-kisah lain di novel sejenis.  

Fathan berusaha menemukan keberadaan Hilda lewat profil di whatsapp-nya yang berganti-ganti sesuai keberadaannya. Ketika sedikit lagi akan bertemu, Hilda tiba-tiba sudah berganti profil lagi. Saya menikmati perjalanan mereka ini, penulis sangat pandai menuliskan detail pemandangan dan keindahan tiap tempat yang dijadikan setting cerita. 

Hingga akhirnya Fathan mengikuti Hilda dan timnya mendaki gunung Dempo di Pagaralam. Penulis menuliskan pengetahuan tentang pendakian dengan kalimat yang bisa dimengerti oleh orang awam yang belum pernah mendaki gunung sekali pun. Kejadian demi kejadian selama pendakian pun begitu hidup dipaparkan, kemunculan harimau yang tiba-tiba, amuk badai, hingga suara tanpa wujud, sukses membuat adrenalin bergejolak. Selain itu pembaca pun diajak untuk menjaga kelestarian alam dan melindungi tumbuhan dan habitat alam di sekitar lokasi pendakian, menjaga loyalitas sesama teman dan menghormati kearifan lokal di sana. Pesan yang paling mendalam di novel ini adalah bahwa manusia begitu kecil di hadapan Tuhan, bahwa perjalanan hidup apa pun bentuknya harus disyukuri dan senantiasa berdoa untuk sesuatu yang kita tuju. Dan tentu saja, pesan lainnya yakni: cinta harus diperjuangkan dan dikejar. 

Sejujurnya bagi saya pemaparan di awal-awal novel ini cukup membosankan, terasa hambar dan saya sempat berdecak, 'ah, begini doang' saya menundanya dua-tiga hari untuk melanjutkan membaca. Tak seperti buku-buku lainnya yang begitu semangat saya menuntaskannya. Novel ini sedikit membosankan bagi saya, tapi tertolong oleh dialog-dialog receh--yang justru memberi kesegaran--antara Fathan dan asistennya Rifhan yang juga hobi mendaki gunung. Rifhan ini yang memberikan sontekan-sontekan pada Fathan hingga ia bisa menemukan jejak Hilda. 

Oiya, meski novel ini bergenre romatis tapi pembaca tak akan menemukan dialog kedua tokohnya mengungkapkan perasaannya secara terbuka. Saya cukup terjebak dengan ini karena menunggu kapan momen itu terjadi. Tapi ternyata cinta mereka adalah cinta yang butuh waktu yang lama untuk bisa menjadi sesempurna cinta. Miquelli, tumbuhan cantik--si kayu panjang umur--menjadi simbol cinta mereka yang tak lekang oleh waktu.
 
Telepas dari segala kekurangannya, novel ini tetap layak dibaca karena sarat pengetahuan dan sepertinya wajib untuk para pecinta alam. Ada beberapa kata atau kalimat yang cukup mengganggu karena mungkin terlewat dari proses editing. Dan ada penggunaan kata yang salah antara 'Mahram' dan 'Muhrim,' karena keduanya jelas berbeda arti. Tapi ada beberapa kalimat-kalimat penggugah semangat yang sepertinya layak dijadikan motivasi bagi pembaca. 

Untuk anda yang suka cerita yang tidak begitu njlimet, novel ini layak ada masukkan ke keranjang belanja. Selamat membaca dan berpetualang.  


#resensinovel
#zyasreview
#rumlit
#rumlitipbekasi
#buku

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Awali Hari dengan Sarapan Bergizi

7 Aktivitas Seru Bikin Ibu Rumah Tangga Jauh dari Stres

Cara Mengenali Gula Merah Asli di Pasaran